Aturan Financial Fair Play di La Liga: Mengapa Barcelona tak Bisa Daftarkan Dani Olmo?

Kasus Dani Olmo sedang jadi topik panas sekitar sepekan terakhir dan masih terus berlanjut. Barcelona tidak bisa mendaftarkan pemain Spanyol tersebut. Saat ini Olmo secara teknis bisa bergabung dengan klub lain, tanpa pelanggaran apa pun.

Situasi Barcelona saat ini tidak lepas dari aturan Financial Fair Play (FFP) dan pengelolaan keuangan klub. Faktanya, La Liga bisa disebut sebagai penyelenggara kompetisi paling ketat di antara lima liga top Eropa.

La Liga telah menerapkan aturan ketat terkait batas gaji (salary cap) dan pengeluaran klub untuk menjaga stabilitas keuangan dan mencegah kebangkrutan. Aturan semacam ini sebenarnya dibuat untuk melindungi dan menyelamatkan klub, juga menjaga kompetisi tetap adil.

Nah kasus Dani Olmo sekarang juga terkait dengan aturan keuangan tersebut. Namun, bagaimana mekanisme ini bekerja, dan apa yang membuat Barcelona terjebak dalam krisis?

Apa Itu Financial Fair Play?

Financial Fair Play adalah aturan yang membatasi pengeluaran klub berdasarkan pendapatan yang mereka hasilkan. Pendapatan klub di tahun-tahun sebelumnya, kerugian, keuntungan, serta utang menjadi faktor penentu margin FFP.

La Liga menegaskan bahwa aturan ini diterapkan untuk membantu klub mencapai stabilitas keuangan dan menghindari risiko kebangkrutan.

Batas Gaji (Salary Cap) 

Batas gaji alias salary cap adalah jumlah maksimal yang beban gaji klub dalam satu musim. Angka ini ditetapkan oleh La Liga berdasarkan pendapatan, kerugian, keuntungan, dan jumlah utang klub. Batas ini tidak boleh dilampaui oleh klub.

Pengeluaran Gaji (Salary Bill) 

Pengeluaran gaji mencakup semua biaya yang dikeluarkan klub selama satu musim. Tidak hanya gaji tim sepak bola pria, tetapi juga amortisasi biaya transfer pemain, pengeluaran untuk semua departemen klub, dan bahkan cabang olahraga lain seperti sepak bola wanita, basket, dan hoki.

Memahami Kesalahan Pengelolaan Keuangan Barcelona

Di bawah kepemimpinan presiden sebelumnya, Josep Maria Bartomeu, Barcelona mengambil sejumlah keputusan keuangan yang buruk, bahkan salah.

Bartomeu memberikan kontrak dengan nilai yang sangat besar kepada hampir seluruh pemain dalam skuad. Gaji dan biaya transfer yang dikeluarkan dianggap tidak realistis dan melebihi kemampuan keuangan klub.

Ironisnya, sebagian besar pemain dengan kontrak mahal tersebut gagal tampil sesuai ekspektasi. Akibatnya, tim secara keseluruhan tampil di bawah standar, meskipun saat itu Barcelona merupakan salah satu klub dengan pendapatan tertinggi di dunia.

Nahas, pandemi Covid-19 membawa pukulan telak. Pendapatan klub merosot drastis, sedangkan pengeluaran tetap tinggi. Di bawah kepemimpinan Bartomeu, keuangan klub sudah berada di ujung jurang. Ketika pandemi melanda, Barcelona benar-benar jatuh ke dalam krisis finansial.

Dampak Kebijakan Bartomeu

Selama masa kepemimpinan Josep Maria Bartomeu, beberapa pemain kunci seperti Luis Suarez dan Ivan Rakitic dilepas dengan harga rendah demi mengurangi beban gaji.

Bahkan, pertukaran kontroversial antara Arthur Melo dan Miralem Pjanić dilakukan semata-mata untuk menyeimbangkan pembukuan keuangan.

Namun, salah satu keputusan paling berisiko adalah memperpanjang kontrak pemain seperti Gerard Pique, Frenkie de Jong, Marc-Andre ter Stegen, dan Clement Lenglet.

Meskipun langkah ini menunjukkan angka keuangan yang lebih baik di atas kertas, masalah sebenarnya justru diwariskan kepada manajemen berikutnya.

Ketika pandemi Covid-19 melanda, La Liga di bawah Javier Tebas memperketat aturan Financial Fair Play (FFP). Aturan baru seperti 4:1 diterapkan, memungkinkan klub yang memiliki pengeluaran gaji lebih tinggi dari batas yang ditetapkan hanya dapat membelanjakan €25 juta untuk setiap €100 juta yang dihasilkan.

Akibatnya, Barcelona tidak lagi mampu melakukan belanja besar-besaran seperti sebelumnya.

Era Baru Laporta dan Tuas Ekonomi

Ketika Joan Laporta mengambil alih kursi kepresidenan, Barcelona menghadapi dilema besar, termasuk keharusan melepas Lionel Messi, pemain terbaik sepanjang sejarah mereka.

Meskipun Messi dan klub telah menyepakati pemotongan gaji dari €111 juta menjadi €60 juta per tahun, aturan La Liga mengharuskan klub menghasilkan €240 juta dari penjualan pemain, penghematan gaji, dan peningkatan pendapatan agar bisa mendaftarkan Messi.

Pada saat itu, Laporta menolak opsi menandatangani kesepakatan CVC yang ditawarkan La Liga, yang akan memberikan dana cepat namun mengorbankan hak siar televisi di masa depan.

Sebagai gantinya, Barcelona menjual 25% pendapatan hak siar televisi selama 25 tahun dan 49% saham Barça Studios untuk mendapatkan dana segar pada musim panas 2022. Langkah ini memungkinkan klub mendatangkan pemain seperti Robert Lewandowski, Raphinha, Jules Kounde, Andreas Christensen, dan Franck Kessie.

Memahami Registrasi Pemain di La Liga

Proses registrasi pemain di La Liga melibatkan dua elemen utama: amortisasi biaya transfer dan gaji kotor. Amortisasi dihitung dengan membagi total biaya transfer dengan durasi kontrak pemain.

Sebagai contoh, Barcelona membayar €45 juta kepada Bayern Munchen untuk Lewandowski dengan kontrak tiga tahun. Maka, amortisasi per musim adalah €15 juta (€45 juta/3 tahun).

Jika ditambah dengan gaji kotor Lewandowski sebesar €18 juta per tahun, total biaya yang ditanggung klub untuk striker Polandia ini mencapai €33 juta per musim.

Pemain yang didatangkan dengan biaya murah atau lulusan akademi seperti La Masia memiliki beban keuangan yang jauh lebih rendah. S

ebaliknya, menjual pemain seperti Ferran Torres atau Raphinha sebelum amortisasi selesai dapat menyebabkan kerugian di pembukuan klub.

Beratnya Tugas Laporta

Ketika Laporta menjadi presiden, Barcelona berada di bawah tekanan finansial yang ekstrem. Dengan salary cap hanya €98 juta, klub tidak memiliki ruang untuk melakukan perekrutan signifikan, termasuk mempertahankan Lionel Messi.

Untuk menstabilkan situasi, pada saat itu Barcelona memutuskan untuk memasukkan semua kerugian ke pembukuan musim 2021/2022, yang membuat salary cap mereka turun hingga minus €141 juta. Ya, minus.

Sebagai gambaran, proporsi normal antara pengeluaran gaji dan pendapatan seharusnya sekitar 65%-70%. Namun, di era awal Laporta, rasio ini mencapai 120%.

Dengan beban ini, hampir tidak mungkin bagi klub untuk menjalankan aktivitas normal tanpa melakukan pengorbanan besar, seperti melepas pemain penting atau menegosiasikan ulang kontrak.

Situasi Dani Olmo

Kasus Dani Olmo sebenarnya sederhana, tapi cukup mencerminkan betapa ketatnya aturan keuangan La Liga dan ketatnya pengawasan terhadap Barcelona. Sejak awal, Olmo sebenarnya tidak memenuhi syarat untuk didaftarkan karena klub telah melampaui salary cap.

Namun, cedera jangka panjang yang dialami Andreas Christensen di awal musim memberikan celah bagi Barcelona. Gaji Christensen dapat dikecualikan sementara dari perhitungan, sehingga menciptakan ruang dalam salary cap untuk mendaftarkan Olmo secara sementara.

Kini, Christensen sudah pulih dan kembali ke tim, batas gaji Barcelona kembali ke kondisi semula. Hal ini membuat Olmo secara teknis keluar dari payung salary cap Barca dan dari pemain terdaftar, dia harus didaftarkan ulang.

Yang harus dilakukan Barcelona adalah meningkatkan pendapatan, membuka ruang di salary cap, dan mendaftarkan Olmo. Jumlah tepatnya tidak dibocorkan ke publik.

La Liga memberikan tenggat waktu hingga 31 Desember 2024 untuk Barcelona memperbaiki situasi ini. Barcelona sempat menempuh upaya hukum, tapi ditolak mentah-mentah. Mereka juga berdalih sudah menerima uang segar dari penjualan hak kursi VIP, tapi La Liga tidak bisa mengonfirmasi sumber dananya benar sudah masuk.

Keputusan untuk tidak mendaftarkan Dani Olmo diambil oleh Badan Validasi Anggaran La Liga dan telah dikonfirmasi tiga kali, termasuk oleh Komite Financial Fair Play La Liga, Komite Banding Sosial La Liga, serta Komite Lisensi UEFA dari RFEF.

  • Related Posts

    Liverpool 2-2 Manchester United: 4 Pelajaran buat The Reds dari Hasil Imbang di Anfield

    Liverpool gagal mengalahkan Manchester United di Anfield pada pekan ke-20 Premier League 2024/2025, Minggu (5/1/2025). Pertandingan Liga Inggris antara Liverpool vs Manchester United itu berakhir imbang 2-2. Tertinggal oleh gol Lisandro Martinez di menit 52,…

    Tottenham Kalah dan Postecoglou Marah-Marah

    Ange Postecoglou, manajer Tottenham Hotspur menyatakan kekecewaannya setelah timnya kalah dari Newcastle United. Pertandingan tersebut memang penuh kontroversi. Sabtu 4 Januari 2025, Spurs tampil gigih meski dilanda badai cedera dan…

    Leave a Reply

    Your email address will not be published. Required fields are marked *

    You Missed

    Liverpool 2-2 Manchester United: 4 Pelajaran buat The Reds dari Hasil Imbang di Anfield

    • By shuji
    • January 6, 2025
    • 2 views
    Liverpool 2-2 Manchester United: 4 Pelajaran buat The Reds dari Hasil Imbang di Anfield

    Tottenham Kalah dan Postecoglou Marah-Marah

    • By shuji
    • January 5, 2025
    • 4 views
    Tottenham Kalah dan Postecoglou Marah-Marah

    Demi Kalahkan Liverpool, Ruben Amorim Bakal Otak-atik Strategi Manchester United

    • By shuji
    • January 4, 2025
    • 5 views
    Demi Kalahkan Liverpool, Ruben Amorim Bakal Otak-atik Strategi Manchester United

    Aturan Financial Fair Play di La Liga: Mengapa Barcelona tak Bisa Daftarkan Dani Olmo?

    • By shuji
    • January 3, 2025
    • 5 views
    Aturan Financial Fair Play di La Liga: Mengapa Barcelona tak Bisa Daftarkan Dani Olmo?

    Kasus Dani Olmo, Barcelona Terancam Rugi Lebih dari 4,4 Triliun Rupiah!

    • By shuji
    • January 2, 2025
    • 8 views
    Kasus Dani Olmo, Barcelona Terancam Rugi Lebih dari 4,4 Triliun Rupiah!

    Daftar Transfer Resmi Premier League Januari 2025

    • By shuji
    • January 1, 2025
    • 9 views
    Daftar Transfer Resmi Premier League Januari 2025